Tetangga...Oh...Tetangga

Judul di atas memang terlihat aneh, tapi mengandung seribu makna. Mengapa harus tetangga? Mengapa tidak diganti saja menjadi Ibu atau Bapak, atau siapapun yang kita sayangai? Lalu, apa keistimewaan tetangga sehingga ia pun harus mendapatkan tempat dalam kehidupan kita? Dalam tulisan ini, akan kita bahas mengenai tetangga, mulai dari pengertiannya hingga adab-adab bertetangga sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW.
Manusia merupakan mahkluk sosial yang senantiasa bergaul dan bercengkrama dengan sesamanya, dalam waktu dan kesempatan apapun. Seperti dalam teori-teori yang kita pelajari dalam ilmu-ilmu sosial, manusia merupakan makhluk sosial yang mau tidak mau harus berhubungan manusia lainnya, sehingga secara fitrah manusia tidak dapat hidup sendiri.  Dalam hubungan dengan manusia lainnya, seorang manusia tentu berkomunikasi baik dengan lisan, tulisan, dan bahasa tubuh untuk dapat menyampaikan informasinya ke manusia lainnya. Nah, tentu saja dalam berkomunikasi tersebut seringkali terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan adat dan adab sehingga timbullah suatu gesekan antar manusia. Gesekan itu jika dibiarkan maka akan menjadi konflik antar manusia, yang akan merusak tatanan kehidupan antarmanusia itu sendiri, terutama kehidupan bertetangga. Mengapa perlu dikhususkan dalam suatu batas yang dinamakan "tetangga"? Jawabannya sederhana, karena kita hidup berdampingan dengan tetangga kita, yang setiap hari ada di sekitar kita dalam setiap waktu dan kesempatan.
Siklus hidup manusia memiliki tabiat yang sangat unik. Kita lahir dari sebuah keluarga, namun kebanyakan kita tumbuh untuk meninggalkan keluarga, dengan alasan-alasan tertentu, yang selanjutnya kita akan hidup bertetangga dengan orang-orang baru yang jika dilihat dari silsilah keluarga tidak memiliki hubungan kekeluargaan dengan kita. Selain itu, kita dibesarkan oleh orang tua dan sanak saudara kita. Tapi sesudah itu kita berpisah dari keluarga inti lalu hidup di tempat lain bersama tetangga. Ada yang karena menuntut ilmu, merantau, membangun keluarga baru, mencari pekerjaan, atau pindah karena alasan yang lain. Oleh karena itu, Islam sangat memberi perhatian sangat besar kepada urusan tetangga. Tidak ada hubungan antara orang asing, yang tidak punya pertalian darah, yang lebih besar diberi perhatian oleh Islam, melebihi urusan tetangga. Hal itu tentu memiliki maksud tertentu dan menyimpan banyak rahasia. Karena tidak selamanya kita bisa berhubungan dengan keluarga inti. Tapi kita akan selalu berinteraksi dengan tetangga, setidaknya kita akan hidup bersebelahan untuk waktu yang tidak sebentar.

Lalu, apa yang dimaksud dengan tetangga? Imam Ibnu Hajar memberikan penjelasan mengenai pengertian tetangga berdasarkan hadits-hadits Imam Bukhari. Imam Ibnu Hajar mengatakan, "Sesungguhnya, yang dimaksud tetangga itu meliputi semua, termasuk dia yang seorang Muslim, atau kafir, hamba sahaya, orang fasiq, teman, musuh, penduduk satu kampung, orang asing, orang yang memberi manfaat, orang yang berbuat madharat, orang dekat, orang lebih dekat jarak rumahnya, atau yang lbih jauh. Masing-masing memiliki derajat berbeda untuk diperlakukan sebagai tetangga, sesuai kondisinya".
Berikut ini merupakan adab-adab yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam bertetangga:
1. Allah SWT telah memerintahkan kita untuk berbuat baik pada tetangga, agar kita sendiri menikmati suasana kondusif dalam hidup kita. Perintah untuk berbuat baik pada tetangga ini disandingkan dengan perintah untuk menyembah Allah, tidak menyekutukan-Nya, dan perintah untuk berbuat baik kepada kedua orang tua dan karib kerabat. Allah SWT berfirman, " Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang ibu-bapak, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri." (QS. An-Nisa: 36).
2. Perintah untuk berbuat baik kepada tetangga jauh lebih banyak daripada cara yang boleh kita lakukan untuk merespon tetangga yang kurang baik. Hal itu menunjukkan bahwa kita sebagai seorang Muslim harus senantiasa berbuat baik kepada tetangga, walaupun tetangga kita tidak berbuat baik pada kita. Kita diperintahkan berbuat baik pada tetangga kita, agar kita sendiri menikmati suasana kondusif dalam kehidupan kita sebagai Muslim.
3. Tidak beriman seorang Muslim bila ada orang yang merasa tidak aman dari perilaku buruknya. Imam Bukhari menyebutkan, bahwa suatu ketika Rasulullah SAW bersumpah tiga kali: "Demi Allah dia tidak beriman, demi Allah dia tidak beriman, demi Allah dia tidak beriman!" Beliau ditanya, "Siapa, ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Orang yang tidak merasa aman tetangganya dari perilaku buruknya."
4. Senantiasa bersabar seperti Hasan al-Bashri terhadap tetangga Yahudinya, atau seperti Said bin Ash yang dihargai sangat mahal oleh tetangganya.
5. Mendampingi masalah tetangga saat dibutuhkan (terjepit). Menyertai orang lain dalam kesulitannya adalah sebuah derajat keimanan yang tinggi, terlebih jika hal itu dilakukan terhadap salah seorang tetangga. Agama mengingatkan, bahwa tidak beriman orang yang tidur dalam keadaan kenyang, sementara tetangganya kelaparan. Mendampingi tetangga disaat kondisi sulit tidak dalam setiap waktu, tapi pada keadaan dan kondisi yang mereka memang sedang terepit. Pada saat ditimpa musibah kematian, misalnya, pasti banyak hal yang tidak bisa mereka lakukan sendiri. Maka tanpa harus dimintai bantuan, kita mestinya memiliki kesadaran untuk tampil mendampingi mereka; mengurus kebutuhan-kebutuhan penyelenggaraan jenazah keluarganya, menghiburnya, dan banyak lagi. Karena itulah, dalam tradisi yang dibangun oleh Rasulullah terhadap keluarga sahabat yang meninggal, adalah menyuruh tetangga dan kerabat untuk membuatkan mereka makanan. Beliau bersabda, "Kirimkanlah makanan oleh kalian kepada keluarga Ja'far, karena mereka sedang tertimpa masalah yang menyesakkan." (HR. ABu Dawud).
6. Tetangga adalah keluarga yang diberikan Allah pada kita. Sebagaimana sikap kita kepada keluarga kita sendiri, sikap kepada tetanggapun harus sama atau bahkan lebih dari sikap kita kepada keluarga.
Itulah beberapa hal mengenai tetangga - orang yang setiap saat hidup berdampingan bersama kita. Berbuat baik kepada tetangga adalah keharusan, tidak pandang agama, suku, dan ras. Karena ada tiga hal yang dapat memakmurkan rumah dan memperpanjang umur, pertama, bertetangga yang baik; kedua, menyambung hubungan kekerabatan; dan ketiga, berakhlak yang baik. (HR. Ibnu Abi Dun-ya).

0 komentar:

Posting Komentar